STUDI KE JERMAN? SIAPA TAKUT

“Tak hanya Jerman, tapi mereka juga dikirim untuk studi di Belanda, Inggris, Perancis dan negara Eropa lainnya” ungkap Elkana

GUTEN MORGEN PAPUA

Tanah Papua tanah yang kaya/surga kecil jatuh ke bumi/Seluas tanah sebanyak madu/adalah harta harapan” .

MENGENAL KAMPUS LIP

Terletak di komplek persekolahan SMP dan SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon, yang kurang lebih 7 km dari Gunung Lokon, kampus ini ramai jika KBM sedang berlangsung. Tercatat di tahun ini ada 500 siswa lebih sedang belajar di Losnito.

REKREASI KE PULAU LIHAGA

Sabtu (31/3) yang lalu saya dengan rombongan LIP berjumlah 17 orang, mengisi waktu libur Paskah untuk berwisata ke pulau Lihaga

EVALUASI LIP 2012/2013

LIP adalah program pre-university yang dilaksnakan atas MOU dengan IDEA dan dilengkapi Yayasan Pola Harapan Papua.

05 September 2013

Dirikan Sekolah Ramah-tamah, untuk Masa Depan Lebih Baik


Sampai sekarang saya tidak pernah lupa dan melupakan, apa yang diajarkan guru saya ketika saya masih duduk di sekolah dasar. Guru saya telah mengajarkan bahwa bangsa Indonesia itu bangsa yang ramah dan memiliki rasa ketimuran yang bernilai tinggi. Tak heran, bila berjumpa dengan orang lain, saya selalu berkomunikasi dengan berprinsip salam, senyum, sapa, sopan dan santun.
Di lain pihak banyak turis manca negara merasa tertarik datang berwisata ke Indonesia karena disambut dengan ramah dan tamah oleh penduduk. Keramahtamahan itu membuat industri pariwisata dan perhotelan makin berkembang dan tak sedikit menghasilkan devisa bagi negara.
Bagaimana jadinya kalau bangsa Indonesia tidak ramah lagi? Tak ada lagi dijumpai orang yang menjamu tamu dengan berpedoman salam, senyum, sapa, sopan dan santun (5S)? Tak ada lagi bangsa lain mau datang ke Indonesia. Budaya Indonesia yang terkenal dengan nilai-nilai ketimuran yang menjunjung tinggi sopan santun, kini sudah luntur menjadi anarkis, suka tawuran, tak lagi mampu melihat perbedaan suku bangsa ras agama, sebagai unsur pemersatu dalam kebhinekaan. Apa jadinya bangsa Indonesia diasingkan dari bangsa lain hanya karena tidak ramah lagi?
Di kaki Gunung Lokon Tomohon, ada sebuah sekolah keramahtamahan yang baru saja diresmikan Senin yang lalu (2/9). Sekolah yang menerima siswa lulusan SLTA itu bernama Lokon Hotel School (LHS).


“Asal kata Hotel, dari kata bahasa Perancis Hostel, yang berarti menyediakan tempat istirahat bagi para tamu yang datang dari jauh untuk menginap dan melepas lelah. Kata Hostel terkait dengan kata Hospitality. Hospitality terkait dengan Hospital (Rumah Sakit), Hostel, dan Hotel. Apapun yang terkait dengan Hospitality, selalu mengedepankan sikap ramah tamah, sebagai sikap innerself seseorang. Ramah tamah sendiri muncul karena di dalam orang itu ada kebaikan hati. Tanpa ada kebaikan hati, mustahil orang bisa menjadi berkat bagi orang lain” ujar Pastor Jong MSC dalam homilinya saat memimpin upcara pemberkatan LHS.
Hadir dalam acara soft opening LHS siang itu, Kadis Pendidikan, Ibu Dolvien Kawur, Kadis Budpar Bp. Geraldus Mogi, Kapolsek Tomohon Tengah. Tampak hadir juga Dekot Tomohon, Bp. Andy Sengkey, Bp. Marthen Manoppo yang duduk bersama owner sekaligus Ketua Yayasan Pendidikan Lokon, Bp. Ronald Korompis juga memprakarsai berdirinya sekolah perhotelan dan pariwisata LHS yang pertama di Tomohon.
“Saya sangat bangga dan memberikan apresiasi tinggi kepada Keluarga Korompis Wewengkang yang memiliki komitmen tinggi dalam bidang pendidikan. Kehadiran Lokon Hotel School merupakan jawaban dan antisipasi nyata untuk menyiapkan sumber daya manusia yang handal dan terampil dalam mengelola sektor perhotelan dan pariwisata, sehingga anak-anak Tomohon dan Sulut bisa menjadi pemain dalam kompetisi global. Sebab, tantangan global di dunia pendidikan pariwisata bukan akan terjadi melainkan sudah ada di Kota Tomohon” kata Ibu Dolvien Kawur, Kepala Dinas Pendidikan dalam sambutannya sebelum memotong tumpeng tanda dimulai proses pembelajaran LHS.


Program yang ditawarkan kepada para mahasiswa ada 4 bidang yaitu, Room Division Program, Food & Beverage Service Program, Food Production Program dan Tourism Business Program. Program-program itu yang sekarang banyak dibutuhkan oleh industri pariwisata dan perhotelan, termasuk di dalamnya restoran-restoran.
“Setelah lulus dari LHS, setiap siswa bisa menjadi petugas front office, chef, bisa bisnis kuliner sendiri, bisa bekerja di hotel dan restoran dalam dan luar negeri. Tak hanya pandai tetapi yang utama adalah lulusan LHS menghasilkan tenaga yang siap diserap oleh dunia industri perhotelan dan pariwisata. Tapi jangan lupa dalam industri jasa itu kini, lebih memilih orang yang bukan pintar dalam ilmu tetapi yang mampu melayani dengan menunjukkan kebaikanhatinya. Ia harus mampu bersikap ramah” tegas Dr. Bambang Hermanto, Direktur Eksekutif LHS yang juga owner SHS (Surbaya Hotel School).
Mahasiswa Angkatan pertama LHS berjumlah 80 siswa dan tersebar ke empat bidang program yang dipilih dan perkuliahan akan diselesaikan dalam waktu 6 bulan. Penambahan waktu studi bisa terjadi jika yang bersangkutan diterima untuk training ke luar negeri.


“Lokon Hotel School hadir di Tomohon, dengan motto for a better future, untuk memajukan pendidikan bermutu di bidang perhotelan dan pariwisata, caranya dengan menyiapkan generasi muda yang siap bekerja dengan ketrampilan yang bermutu “ ujar Jimmy Wewengkang, Direktur Humas dan Umum LHS.
Soft Opening LHS dimeriahkan dengan penampilan Tarian Maengket, tarian daerah Minahasa dan paduan suara Unima Choir.

16 May 2013

Uji Kompetensi Kultural dan Potensi Manajemen Diri



LIP -Keduabelas student yang mengikuti program LIP (Losnito Intensive Program) sudah menamatkan program beberapa waktu yang lalu (10/5/2013).

Sebelum tamat LIP mereka melewati berbagai ujian akademik, ujian masuk Freshman Program dan uji kompetensi Kultural.

"Keberhasilan studi di luar negeri antara lain ditentukan oleh wawasan kultural mahasiswa, kemampuan mahasiswa beradaptasi dengan budaya lain, serta kemampuan untuk mengatur waktu dan menata keuangan pribadi. Program "Kompetensi Kultural & Potensi Manajemen Diri" dimaksudkan untuk melacak wawasan kultural calon mahasiswa, kemampuan beradaptasi dengan budaya lain, gambaran diri mahasiswa serta potensi diri pengelolaan waktu dan keuangan",

Wawasan Kultural: lingkungan tempat tinggal, dan jangkaun senang dan tidaknya, dengan siapa ia bergaul, apakah sesuku atau tidak, akan mempengaruhi wawasan kulturalnya dan sangat penting untuk adaptasi diri bila berada di luar negeri.

Kemampuan Beradaptasi Secara Kultural: keunggulan dan kekurangan budaya suku berpengaruh dalam interaksi adat istiadat dan kebiasaan yang sudah menjadi budaya suku lainnya.

Gambaran Diri: menilai diri dan melihat orang lain menjadi cerminan apakah yang bersangkutan bisa bahagia hidup dengan orang lain.

Potensi Pengaturan Waktu: pengaturan waktu terikat dengan sikap tegas dalam menentukan prioritas yang dikerjakan dan penundaan dalam pekerjaan. Jika prioritas kerja dijalankan maka berhsil dan berpretasi akan mengikutinya.

Potensi Pengelolaan Keuangan: jangan sampai orang menjadi korban uang sehingga tidak bisa membedakan pembelanjaan atas dasar kebutuhan dan keinginan sesaat. Karena itu, belajar tertib, mencatat keluar masuknya uang, dalam keuangan sangat penting untuk masa depan.

12 May 2013

"Merubah Untuk Kuat" Motto Student LIP


LIP - Bertha Lagowan, gadis Papua asal Angkasa, Jayapura tak bisa menutupi kegembiraannya, ketika MC memanggilnya untuk maju ke panggung yang pertama. Ia berhak menerima Sertifikat penamatan kursus persiapan ke Jerman selama enam bulan yang diselenggarakan oleh LIP. LIP singkatan dari Losnito Intensive Program yang dikelola oleh yayasan Pendidikan Lokon.

Malam itu (10/5) ada 12 student LIP menerima sertifikat tanda penamatan program. Mereka selama enam bulan berada di Kampus Losnito untuk belajar dan mmpelajari berbagai mata pelajaran. Yang paling utama adalah bahasa Inggris, bahasa Jerman dan ilmu pasti seperti Kimia, Matematika dan Biologi.


Hospitality yang merupakan bagian dari pembentukan Karakter dari budaya Papua menuju ke budaya International, juga mereka pelajari. Table Manner, Field Trip ke Hotel dan rumah sakit Siloam bertaraf International mereka jalani untuk menambah wawasan apabila mereka kelah hidup di Eropa.

Selama enam bulan, mereka tinggal di asrama untuk belajar mandiri dan hidup bersama dalam komunitas yang saling bantu membantu di bawah bimbingan pembina Asrama.
“Ide untuk menyekolahkan ke Jerman bagi generari penerus Papua ini datang begitu saja. Awal ceritanya datang dari Bapak Bertus Tabuni yang mendapat kesempatan keliling Eropa. Australia, Korea dan Canada, Amerika. Sepulangnya dari Eropa dan kembali ke tanah Papua, beliau merasa prihatin dengan kondisi Papua yang jauh dari modern meski memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Karena itu, Bapak Bertus bersama masyarakat mendirikan Yayasan Harapan Pola Papua untuk menyiapkan generasi muda Papua bisa belajar ke Luar negeri. Niatnya ini semakin nyata ketika bertemu langsung dengan Prof. Josef Herman Buchkremer dari Universitas Aachen Jerman yang menjadi direktor Freshman Institute. Dari 100 pendaftar, kemudian disaring menjadi 50, lalu 20 dan terakhir 15, namun yang datang ke Manado hanya 12 orang” ungkap Pak Yohanes Tabuni dalam sambutannya pada acara penamatan dan perpisahan student LIP di Green Garden, Tomohon.

Hujan dan gerimis di malam hari itu tak mengganggu acara perpisahan. Sebaliknya semakin seru hangat ketika terjadi dialog antara orang Jerman dan anak Papua. Malam itu yang hadir selain pengurus LIP, pengajar dan student juga hadir (kebetulan) dua orang Jerman dan orang Indonesia yang studi di Jerman.


“Yoppy dan Novi ini dulu orang biasa yang tidak mengerti bahasa Jerman dan akhirnya bisa menyelesaikan studinya di Jerman dan bekerja di jerman. Dari yang tidak bisa apa-apa menjadi bisa” ungkap pak Jimmy W.

Novi kemudian bercerita tentang pengalaman hidupnya di Jerman. Kemudian Novi memberikan nasehatnya kepada para student dari Papua. Yang pertama, jangan lupa membawa pakaian tradisional dan sekaligus bisa memamerkan kepada orang Jerman lewat tari-tarian Tradisional. Kesenian tradisional sangat dihargai oleh orang Jerman. “Saya dulu bisa hidup dan mendapatkan tambahan keuangan karena saya dipanggil untuk acara-acara pembukaan untuk menari Minahasa, Bali dan sebagainya” sharing Novi.

Yoppy Ruru, asal Manado, bercerita tentang dulu kuliah Arsitekturnya di Jerman (1986). Aktifis Perhimpunan Pelajar Mahasiswa Indonesia di Jerman ini bercerita tentang tips dan trik study di Jerman. Ia juga membawa dua orang Jerman yang adalah anak-anak dari teman Jermannya. Dalam suasana dialog dengan student Papua yang akan ke Jerman, ia memberikan tipsnya.

(1)    Kuliah di Jerman itu tidak ada absen. Bukan Dosen yang mencari mahasiswa tetapi mahasiswa datang kuliah untuk mencari Dosen. Terserah mau datang ke kampus atau tidak bukan urusan dosen. Ini artinya apa? Siapa saja yang belajar ke Jerman harus punya “tekad, niat untuk belajar”. Apalagi di jerman boleh kerja. Universitas, fakultas atau dosen tidak akanpeduli terhadap mahaiswa yang menyambi kerja. Yang penting elama prestasi kuliah bagus, tidak masalah.
(2)    Ujian di Jerman hanya boleh dua kali. Kalau kamu ujian sampai dua kali, itu tandanya kamu tidak berniat menjadi Arsitektur. Kalau mau niat untuk belajar tidak perlu ujian dua kali.
(3)    Kalau sudah kuliah di Jerman jangan hanya bergerombol dengan temanya sendiri atau orang-orang Asia. Cari teman orang Jerman untuk saling berbagi ilmu dan mengembangkan ilmu bersama.
(4)    Rekamlah saat Dosen mengajar. Awal kuliah Yoppy tidak mengerti apa yang diterangkan oleh Dosen meski telah lulus bahasa Jerman dari Goethe Institut. Karena itu dengan “walkman” ia rekam pelajaran dan diulang di rumah. Tak hanya itu, kemudian ia berani bertanya kepada dosen. Dengan cara merekam dan bertanya, akirnya kuliahnya bisa lancar. Orang sangat terbuka terhadap setiap pertanyaan mahasiswa. “Malu bertanya sesat di jalan” ungkapnya.
(5)    Orang Jerman sangat menghargai sikap orang yang terbuka apa adanya. Maksudnya, jangan pernah berbohong di hadapan orang Jerman. Sekali berbohong di hadapan mereka, urusannya bisa panjang dan berbelit-belit. “Emosi anak muda harus dikontrol supaya berani terbuka apa adanya” tegas Yoppy.

Suasana dialog semakin hangat, kendati udara dingin di kaki Gunung Lokon makin terasa di kulit seiring dengan jarum jam yang semakin larut malam.

“Dinginnya Jerman bisa diatasi pertama-tama dengan memakai kaos kaki. Jika kaki hangat maka seluruh tubuh menjadi hangat. Oh ya di sana orang tidak boleh sembarang cuci baju. Saluran air pembuangan sudah di atur. Jadi air wastafel, pembuangan airnya tidak sama dengan pembuangan air mesin cuci, demikian juga shower di kamar mandi. “Jangan sekali-kali mencoba cuci baju di wastafel. Orang Jerman akan marah sekali. Cuci baju disediakan di mesin cuci dengan memasukkan koin” nasehat Yoppy.

Malam itu suasana saling berbagai pengalaman baik saat belajar di LIP dan pengalaman belajar di Jerman, makin menghangat sehingga memotivasi para student makin kuat dan segera ingin belajar ke Jerman. Pertunjukan para student dengan menggunakan bahasa Jerman, bahasa Inggris dan bahasa daerah Papua mendapat apresiasi dari orang Jerman yang hadir dalam acara perpisahan itu.

 “Merubah menjadi kuat” menjadi semakin nyata di malam hari ini. Acara pun ditutup dengan makan bersama. Saya pun melahap menu “Minahasa food” dengan lahapnya karena perut sudah lapar sejak tadi. Sambil menikmati hindangan, saya bermimpi, sepuluh tahun ke depan Papua dari yang biasa saja pasti bisa menjadi propinsi yang kuat dan maju karena generasi penerusnya sudah pulang dari Jerman.

10 May 2013

Graduation Students LIP

LIP -

My Experience During In Tomohon, By Shita Wenda


 LIP - 6 (six) month ago I and my friends went to Tomohon city with plane air. When we landed in Manado city we shuttle by Mr. Try Nugroho, Mr. Vence Tuwaidan, Mr. Jimmy Pontoan, and then we all went to tomohon city with bus, in trip we stop in a restaurant in between Manado and Tomohon city, after ate we trip continue. And we stay a night in Mega mendung and tomorrow morning we went to school in Losnito Santo NicolausTomohan (LOKON), after school we went to Alamanda. Alamanda was a place for recreation and in alamanda had a church some time for married. We in tomohon city I and my friends stay in Alamanda, alamanda was very cold.
During we stay in Tomohon  I was  feel  many event  for  sad, fun,  funny, angry, lazy and busy, but it all didn’t decrease , we always together made me don’t  feel. Began I had feel  sad because I must stay so far from my parents but  all disappeared because in here  we were can parents, I think they can made us same with stranger, but this all is false, but all in here we regard as kind their children and all people in Tomohon  were friendly . The first, our father and mother were all lead we for became better and useful for myself and our teacher were always gave us subject was the best and always gave us motivation for became someone which success kind of can made Papua became more advance for now.

I was very happy and fun because in here I made many experiences which I don’t can in Papua. And then   I can understood as little as culture, language, life, and religious people in Tomohon city. So far differed from Papua. Yet, all it doesn’t made I for feel uncomfortable because, I had need all there is deep many subject.  Praise the lord, beginning until now I was not yet sick. Stay in Tomohon city was experience which made me don’t can forgot all happen in here.

Last I didn’t had something which can I gave for all, because for here I can accept many something a new. Thank you so much for all my teacher in LOKON, I don’t forgot all merit and sacrifice their during six month ago, although in it I can made all my teacher dad for me and something didn’t follow order you, for that please forgive me for all my behavior which dad, and with all my fault during this, thank you so much…

Other Post:

My Experience By Annas Kilungga

LIP - First of all I would like give thanks to God for protecting and guying me, when I was studying in SMA Lokon for 6 (six) months that I already passed .Before I come from Papua to Tomohon-Manado,I really worry and afraid with the people in Tomohan, because different culture, language and our skin, in fact the Tomohon people are very good and the culture of Papua and Tomohon almost same. there was I understood that white people and black people are created of God and we are one, because god is one.

Many experiences are I got in Lokon foundation, but I just want to write few of them  I  was impressed that I can’t forget namely about my teacher and the committee of Lip. First one is about the teacher. I really pleasure with  their teaching style, because easy to understand. I studied in SMA Lokon for six months not in vain, but I lucky because I can speak German language little bit, although not perfect but I can understand what people talk about.

And second is about the committee LIP. I proud of them because when my friends and I were studying, they never forsaken, but always control us. for six months we studied not in the class only but also we studied out of class like study tour visited several business premises, there were I got many experiences. This is the experience that I experienced for six months in SMA Lokon (Tomohon town).